Oleh : DR. Perdana Wahyu Santosa
Fenomena overraction di pasar modal adalah terjadinya penyimpangan harga aset (saham) dari harga wajarnya (fair value) dikemukakan DeBondt & Thaller. Penyimpangan yang terjadi dapat dikategorikan ke dalam 2 (dua) kelompok yaitu overvalued dan undervalued. Overvalued dapat dimaknai apabila harga saham dinilai terlau tinggi dibandingkan harga wajarnya, sebaliknya jika dinilai terlau rendah dinamakan undervalued. Harga saham yang mengalami overvalued atau undervalued dari harga wajarnya dinamakan mispricing. Secara umum, apabila sebagian besar harga saham-saham dengan kapitalisasi pasar yang besar mengalami mispricing, maka pasar modal BEI dapat dikategorikan kurang efisien karena dianggap tidak dapat merefleksikan substansi informasi/news perekonomian dengan wajar.
Overreaction tersebut dimungkinan terjadi karena para pelaku pasar, terutama investor dan traders, sebagian melakukan transaksi saham secara tidak rasional bahkan cenderung emosional terhadap seluruh informasi yang masuk ke bursa. Terlebih jika informasi yang diterima pasar adalah berita buruk (bad news), maka para investor cenderung menilai saham terlalu rendah (underweight) dari nilai wajarnya (intrinsic value) sehingga saham menjadi undervalued. Begitu pula jika yang diterima pasar good news, pasar cenderung menilai berlebih atas nilai informasi yang diterima (overweight) yang mengakibatkan harga saham mengalami overvalued. Maka harga yang berlaku di pasar modal cenderung mengalami distorsi pada saat pembentukan harganya (price formation).
Fenomena overraction di pasar modal adalah terjadinya penyimpangan harga aset (saham) dari harga wajarnya (fair value) dikemukakan DeBondt & Thaller. Penyimpangan yang terjadi dapat dikategorikan ke dalam 2 (dua) kelompok yaitu overvalued dan undervalued. Overvalued dapat dimaknai apabila harga saham dinilai terlau tinggi dibandingkan harga wajarnya, sebaliknya jika dinilai terlau rendah dinamakan undervalued. Harga saham yang mengalami overvalued atau undervalued dari harga wajarnya dinamakan mispricing. Secara umum, apabila sebagian besar harga saham-saham dengan kapitalisasi pasar yang besar mengalami mispricing, maka pasar modal BEI dapat dikategorikan kurang efisien karena dianggap tidak dapat merefleksikan substansi informasi/news perekonomian dengan wajar.
Overreaction tersebut dimungkinan terjadi karena para pelaku pasar, terutama investor dan traders, sebagian melakukan transaksi saham secara tidak rasional bahkan cenderung emosional terhadap seluruh informasi yang masuk ke bursa. Terlebih jika informasi yang diterima pasar adalah berita buruk (bad news), maka para investor cenderung menilai saham terlalu rendah (underweight) dari nilai wajarnya (intrinsic value) sehingga saham menjadi undervalued. Begitu pula jika yang diterima pasar good news, pasar cenderung menilai berlebih atas nilai informasi yang diterima (overweight) yang mengakibatkan harga saham mengalami overvalued. Maka harga yang berlaku di pasar modal cenderung mengalami distorsi pada saat pembentukan harganya (price formation).
Fenomena overreaction tersebut terjadi berulang-ulang dan konsisten dalam perdagangan saham di BEI. Dampak dari overreaction tersebut menyebabkan pembentukan dan pergerakan harga saham menjadi abnormal atau mispricing serta kerap terjadi pembalikan harga (price reversal) karena harga saham dikoreksi pelaku pasar sendiri (price correction). Reaksi berlebih tersebut dapat diukur melalui imbal hasil (return) saham yang diperdagangkan secara aktif di bursa. Setiap sekuritas (saham) yang ditransaksikan secara berlebih (overreaction) akan menciptakan imbal hasil (return) di atas rata-rata (abnormal return) baik positif maupun negatif. Abnormal return saham unggulan (winner) dapat terbalik dari berimbal hasil positif menjadi negatif atau menjadi saham pecundang (losser) dalam periode tertentu. Hal ini terjadi karena proses koreksi harga dari investor yang rasional dan informed. Begitu juga, untuk saham-saham dengan return negatif atau saham pecundang (losser) dapat berubah sebaliknya menjadi saham unggulan (winner) karena bergerak ke teritori positif sesuai nilainya.
Saham-saham yang sebelumnya sangat diminati investor (winner), setelah kurun waktu tertentu menjadi kurang peminat dan mengalami koreksi harga melalui aksi jual berlebih (oversold) yang menyebabkan harganya turun terlalu dalam sehingga mengalami undervalued. Sebaliknya, saham-saham yang sebelumnya mengalami undervalued atau losser karena penilaian negatif berlebih berbalik menjadi incaran investor. Dengan demikian harganya mengalami peningkatan berlebih kembali (overvalued). Return saham dapat terbalik secara berlebih akibat aksi perdagangan yang overreaction tersebut. Sehingga saham-saham dengan abnormal return positif (winner) dapat berubah menjadi negatif (losser), begitu pula sebaliknya.
Masalah overreaction di BEI tentu menimbulkan masalah bagi para investor selama ini karena mereka melakukan keputusan transaksi terhadap saham/aset tanpa mengetahui nilai wajar yang sebenarnya. Akibatnya, para investor dikategorikan melakukan fad trading secara masif dan sistemik sehingga harga yang terbentuk tidak sesuai dengan valuasinya. Frekuensi price reversal menjadi tinggi yang mana mengikuti masuknya informasi ke bursa, dengan konten bagus atau buruk, akan direspon oleh overreaction dan price correction berulang-ulang. Situasi ini juga mempengaruhi tingkat efisiensi BEI secara keseluruhan karena harga saham tidak sesuai dengan kandungan informasi yang masuk bursa, baik informasi historis, publik ataupun private.
Mekanisme overreaction dan price correction tersebut menciptakan margin of safety yang cukup besar untuk melakukan strategi value investing ala Warren Buffet atau contrarian strategy.
Salam Investasi. Be Smart and Wisdom......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.